Sejarah Dari Lokomotif Uap Indonesia
berikut ini akan saya berikan gambaran tentang loko-loko berikut:
Lokomotif C
 C50
C50Lokomotif uap CC50 merupakan lokomotif tipe Mallet generasi ke enam yang beroperasi di Indonesia. Lokomotif ini dibeli oleh perusahaan kereta api Staats Spoorwegen (SS) sejumlah 30 buah dari dua pabrik yang berbeda. 14 lokomotif CC50 dibeli dari pabrik Werkspoor (Belanda) dan 16 lokomotif CC50 dibeli dari pabrik SLM/Schweizerische Lokomotiv und Maschinenfabrik Winterthur (Swiss). Lokomotif CC50 didatangkan pada tahun 1927 – 1928.
Walaupun lokomotif  seri DD sudah 
dapat  memenuhi kebutuhan angkutan barang di jalur kereta  api yang 
melalui  pegunungan di Jawa Barat namun lokomotif ini tidak  dapat 
beroperasi pada  jalur pegunungan yang lain. SS masih membutuhkan  
lokomotif dengan daya  yang lebih kuat dari lokomotif yang sudah ada dan
  tekanan gandar di  bawah 11 ton sehingga dapat melalui semua jalur  
pegunungan di Jawa.  Tugas ini dipercayakan kepada lokomotif CC50.  
Lokomotif CC50 mampu  berbelok dengan mulus pada tikungan yang tajam  
pada jalur pegunungan.  Lokomotif CC50 memiliki daya 1190 HP (horse  
power), berat 73.6 ton,  panjang 19902 mm dan mampu melaju hingga  
kecepatan 55 km/jam. Di awal  kariernya, lokomotif CC50 digunakan untuk 
 menarik rangkaian kereta api  di jalur Purwakarta – Bandung – Banjar 
dan  Purwokerto – Prupuk.  Lokomotif CC50 digunakan untuk menarik kereta
  Eendaagsche Expres (expres  siang) dan kereta Nacht Expres (expres  
malam) pada rute Purwokerto -  Prupuk. Kedua kereta expres ini  
menjelajahi rute  Surabaya-Yogyakarta-Purwokerto-Jakarta dalam waktu 11 
 jam 27 menit.

Lokomotif
  CC50 memiliki susunan roda  2-6-6-0. Lokomotif ini memiliki silinder  
uap tekanan tinggi dan silinder  tekanan rendah yang terpisah. 3 roda  
penggerak digerakkan oleh silinder  uap yang bertekanan tinggi. 3 roda  
penggerak ini fix pada frame  lokomotif dan berada di bagian belakang.  
Selanjutnya uap dari silinder  tekanan tinggi ini disalurkan ke silinder
  tekanan rendah yang juga  menggerakkan 3 roda penggerak pada bogie 
yang  berada di bagian depan.  Bogie ini dapat bergerak ke kanan/kiri  
terhadap frame lokomotif dan  mengikuti jalur rel. Uap yang telah  
digunakan oleh silinder tekanan  rendah selanjutnya dibuang melalui  
cerbong asap.
Dari 30 lokomotif  
CC50, saat ini tersisa  3 buah yaitu lokomotif CC50 01, CC50 22 dan CC50
  29. Lokomotif CC50 01  dipajang di Museum Transportasi, Taman Mini  
Indonesia Indah (Jakarta).  Lokomotif CC50 22 dipajang di Museum Utrecht
  (Belanda). Lokomotif CC50  29 dipajang di Museum Ambarawa (Jawa  
Tengah).
Lokomotif DD 52
Walaupun
  lokomotif uap CC10 sudah dapat  memenuhi kebutuhan angkutan barang di 
 jalur kereta api yang melalui  pegunungan di Jawa Barat namun 
perusahaan  kereta api Staats Spoorwegen  (SS) masih membutuhkan 
lokomotif dengan  daya yang lebih kuat dari  lokomotif yang sudah ada 
dan mampu berbelok  dengan mulus pada tikungan  yang tajam pada jalur 
pegunungan di Jawa  Barat. Tugas ini dipercayakan  kepada lokomotif 
DD50, DD51 dan DD52.  Lokomotif uap DD50, DD51 dan DD52  merupakan 
lokomotif tipe Mallet  generasi ketiga, keempat dan kelima yang  
beroperasi di Indonesia.  Ketiga seri lokomotif uap tersebut memiliki  
susunan roda 2-8-8-0.  Lokomotif DD50 memiliki berat 133 ton, panjang  
20737 mm dan mampu  melaju hingga kecepatan 40 km/jam. Lokomotif DD51  
memiliki daya berat  137 ton, panjang 20737 mm dan mampu melaju hingga  
kecepatan 40 km/jam.  Lokomotif DD52 memiliki daya 1850 HP (horse 
power),  berat 136 ton,  panjang 20792 mm dan mampu melaju hingga 
kecepatan 50  km/jam. Dengan  spesifikasi teknis yang seperti itu maka 
lokomotif DD50,  DD51 dan DD52  merupakan lokomotif uap terbesar yang 
pernah beroperasi di  Indonesia.

Pada
  tahun 1916, SS memesan 8 unit  lokomotif DD50 pabrik ALCO (American  
Locomotive Co, Amerika Serikat).  Kemudian pada tahun 1919, SS kembali  
memesan 12 unit lokomotif DD51 ke  pabrik ALCO dengan konstruksi yang  
sama dengan lokomotif DD50 namun  dengan design teknis yang lebih baik. 
 Lokomotif DD50 dan DD51 mampu  melaju hingga kecepatan 40 km/jam. Pada 
 tahun 1923, SS kembali memesan  10 unit lokomotif DD52 dengan 
konstruksi  yang sama dengan lokomotif  DD50/DD51 namun dengan kecepatan
 maksimum  yang lebih tinggi yaitu 50  km/jam. Namun pemesanan lokomotif
 DD52 ini  dilayangkan kepada 3 (tiga)  pabrik lokomotif di Eropa 
(Hanomag/Jerman,  Hartmann/Jerman and  Werkspoor/Belanda).
Operasional
  Lokomotif seri DD ini hanya  bertahan sampai dengan tahun 1974 dan tak
  ada satupun yang tersisa,  seiring dengan penggantian penggunaan  
lokomotif uap dengan lokomotif  diesel.
sumber:http://indokino.blogspot.com/ 

 
 
 
 
No comments:
Post a Comment